Setengah Isi Setengah Kosong

Jumat, 16 Januari 2009

Seorang staf muda bagian promosi produk pakaian dalam wanita diminta oleh pimpinannya untuk melakukan survey pasar dilokasi suku pedalaman. Hal ini dilakukan untuk melihat kemungkinan ekspansi di sana. Hari pertama di lokasi membuatnya frustasi karena melihat hampir semua wanita suku pedalaman itu tidak menggunakan pakaian, apalagi pakaian dalam. “Tidak mungkin melakukan ekspansi ke tempat ini!”, katanya mantap, lalu iapun pulang ke kantor pusatnya.

Si pimpinan tidak percaya dan mengirim staf muda lainnya untuk mencari pendapat kedua. Begitu tiba dilokasi, si staf muda tadi langsung terperangah menyaksikan ada banyak wanita suku pedalaman tidak mengenakan pakaian dalam. “Ini kesempatan emas, justru dengan ekspansi pasar membuat mereka semakin beradab!”, sergahnya dengan penuh optimisme. Iapun segera menghubungi kantor pusatnya menginformasikan bahwa ada ladang baru yang harus digarap.


Dua orang yang berbeda, namun dari latar belakan perusahaan yang sama dan melihat situasi yang sama, namun memiliki cara pandang yang berbeda. Satu optimis dan yang lainnya pesimis. Perubahan situasi pasar dan lingkungan bisnis membuat setiap individu meresponi dengan cara yang berbeda pula.


Mutasi yang mendadak dari kantor pusat ke daerah, terkadang memunculkan pikiran bahwa ini adalah akhir dari segala-galanya. Pengalihan tugas ke tempat atau unit kerja tertentu, terkadang membuat kita mengklaim diri sedang dibuang. Bahkan ketika memasuki usia pensiun, sering direspon sebagai malapetaka yang besar, karena ada bagian dari dirinya yang telah hilang sama sekali. Pergumulan hidup apapun yang dialami manusia (maupun perusahaan) acapkali dimaknakan sebagi sisi gelap dari perjalanan karir dan kehidupan seseorang. Padahal pepatah bijak menyebutkan, “bukan peristiwanya yang penting, melainkan bagaimana cara kita merespon peristiwa yang terjadi tersebut yang akan menentukan kualitas diri kita”.


Satu ilustrasi dalam pelatihan motivasi yang lazim dan sering dilakukan adalah dengan mengambil sebuah gelas yang setengahnya berisi air. Setiap orang diminta untuk mengatakan apa yang dilihatnya. Sebagian mengatakan gelas itu setengah kosong dan sebagian lagi melihat gelas tersebut setengah masih berisi. Dilihat dari ‘kebenaran’ berdasarkan fakta, kedua jawaban tersebut benar. Dibalik itu semua, yang menarik adalah cara pandangnya. Coba kita perhatikan dengan seksama, mereka yang mengatakan gelas tersebut setengah kosong mengilustrasikan bahwa cara pandang yang pesimis, sedangkan yang melihat gelas tersebut setengah masih ada isinya, bahkan dengan semangat mengatakan “masih ada setengah lagi, Pak!” mengiulustrasikan cara pandang yang positif (optimis).


Ilustrasi ini dapat kita rasakan sebagai contoh ketika jam kerja menunjukkan pada pukul 15.45 WIB, dan kita diminta untuk melakukan pekerjaan tertentu. Sebagian orang dapat saja mengatakan, “Ah, tanggunglah, besok saja. Sebentar lagi juga pulang!”
Sebagian lagi justru mengatakan yang sebaliknya, “Mari saya kerjakan, mumpung masih ada waktu 15 menit lagi. Besok kita punya pekerjaan lain!”
Waktunya sama, namun cara kita memandang untuk bersikap terhadap waktu yang sisa 15 menit itu tersebut tentu berbeda-beda.


Di lain pihak, dari sisi bisnis, tentu setiap orangpun dapat melihat dari cara pandang yang berbeda terhadap situasi yang melanda perusahaan. Perkembangan perusahaan bisa bertahan (survive) dan bertumbuh (growth) atau tidak, juga bergantung bagaimana karyawan memandangnya.


Dalam kehidupan antar pegawaipun demikian. Cara kita memandang orang lain akan sangat mempengaruhi bagaimana hubungan kita dengan orang tersebut selanjutnya. Ada saja orang yang berkutat pada sisi negatif oranglain dibandingkan potensi-potensi yang masih dimilikinya. Masih ada juga segelintir orang yang lebih suka menceritakan “gelas kosong” orang lain daripada “gelas isi” dirinya. Para ahli mengatakan bahwa cara pandang ini, sangat besar dipengaruhi oleh apa yang masuk melalui pikiran. Baik itu melalui media bacaan, tontonan, maupun hasil perbincangan dengan orang lain, juga system pola asuh dirumah. Menariknya lagi, cara pandang ini tidak ada hubungannya dengan gelar yang disandang, pangkat, jabatan serta kekayaan seseorang. Semua hal ini semata-mata tergantung daripada kualitas mental seseorang.
Bagaimana “gelas” keluarga kita saat ini, bagaimana “gelas” perjalanan karir kita selama menatapi jalan-jalan menuju ke kantor, bagaimana pula “gelas” perusahaan dalam perkembangan terakhirnya. Semua tentu tidak ada yang penuh, dan pasti ada bagian-bagian yang kosong. Satu langkah yang penting untuk melaluinya dengan efektif adalah dengan memaknainya pada sisi yang masih terisi. Melalui pemaknaan yang demikianlah kita akan mampu berbuat kreatif dan berbuat banyak bagi perusahaan, keluarga, dan diri sendiri.


John Wesley pernah bertutur, “lakukan yang terbaik yang bisa Anda lakukan, dengan segenap kemampuan, dengan cara apapun, dimanapun, kapanpun, kepada siapapun sampai Anda tidak mampu lagi melakukannya”.

Sumber : Buku Setengah Isi Setengah Kosong-nya Parlindungan Marpaung
Terinspirasi saat di rolling pindah tempat tugas

3 komentar:

andre 'seva' condor mengatakan...

blogspotnya bagus juga,tapi kalo kita mau masukin foto atau komentar lainnya gimana caranya biar bisa dibaca teman lainnya

muparrih mengatakan...

Salam kenal Pren....

.: Tentang Diri :. mengatakan...

untuk condor, udah tau kan caranya?? hehehe

Buat mas muparrih, salam kenal juga, :D